Kontroversi Rekaman Telepon yang Mengguncang Kursi Perdana Menteri Thailand
Upaya diplomatik Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, untuk meredakan ketegangan dengan Kamboja di wilayah perbatasan berujung pada krisis politik domestik. Sebuah rekaman audio berdurasi 17 menit dari percakapan teleponnya dengan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik dan menjadi sorotan nasional hingga internasional. Bukan hanya memicu kemarahan di dalam negeri, tetapi juga berdampak langsung pada posisi politik Paetongtarn, yang akhirnya ditangguhkan dari jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi Thailand.
Rekaman tersebut awalnya diunggah melalui akun Facebook resmi Hun Sen, mengonfirmasi bahwa pembicaraan itu terjadi pada 15 Juni 2025. Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn dan Hun Sen berbicara melalui penerjemah dalam bahasa Thailand dan Khmer. Isinya pun mencuri perhatian publik karena nada santai namun sensitif dari pembicaraan mereka, terutama terkait sengketa perbatasan kedua negara.
Cuplikan Percakapan yang Menyulam Kontroversi
Dalam transkrip yang diterbitkan Nikkei Asia, Paetongtarn membuka percakapan dengan menyatakan bahwa ia ingin menjaga perdamaian antara Thailand dan Kamboja. Ia memperingatkan Hun Sen agar tidak mudah termakan informasi dari pihak-pihak yang mungkin memiliki agenda tertentu, seperti Panglima Daerah Militer ke-2 Thailand.
“Jika Anda mendengarkan mereka, seperti Panglima Daerah Militer ke-2, mereka semua berasal dari pihak lawan,” kata Paetongtarn. Ia menekankan bahwa niat sebenarnya adalah untuk menciptakan perdamaian, bukan konflik.
Hun Sen menegaskan bahwa Kamboja hanya memiliki satu tuntutan: pembukaan kembali perbatasan seperti semula. Ia menyalahkan Thailand atas penutupan perbatasan pertama kali dan menyarankan agar langkah pembukaan dilakukan oleh pihak Thailand terlebih dahulu. “Kami akan mengikuti langkah Anda,” ujarnya.
Paetongtarn tampaknya setuju secara prinsip, tetapi menekankan bahwa hal ini harus dipandang sebagai kesepakatan bersama, bukan penyerahan total dari pihak Thailand. Ia khawatir jika terlihat seperti menyerah, maka tekanan politik di dalam negeri akan meningkat.
Dampak Politik Internal: Penangguhan dari Mahkamah Konstitusi
Bocornya rekaman ini memicu reaksi cepat dari lembaga-lembaga hukum Thailand. Pada 1 Juli 2025, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menangguhkan Paetongtarn dari jabatannya atas tuduhan pelanggaran etika. Keputusan ini diambil dengan suara mayoritas 7 banding 2.
Penangguhan ini membuat Paetongtarn menjadi Perdana Menteri Thailand kedua yang mengalami skors dalam kurang dari setahun. Ia sendiri baru saja terpilih menggantikan Srettha Thavisin, yang juga diberhentikan melalui mekanisme serupa.
Menurut laporan Hindustan Times, tekanan terhadap Paetongtarn telah meningkat sejak sengketa perbatasan dengan Kamboja memanas kembali. Bocornya percakapan ini dianggap sebagai titik kritis yang mempercepat proses hukum dan politik yang sedang berlangsung.
Latar Belakang Sengketa Perbatasan: Kuil Preah Vihear
Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja bukanlah isu baru. Akarnya tertanam dalam sejarah kolonial dan diplomasi abad ke-20. Wilayah utama yang disengketakan adalah kompleks Kuil Preah Vihear (Phra Viharn dalam versi Thailand), sebuah situs budaya penting bagi kedua bangsa.
Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa kuil tersebut menjadi milik Kamboja. Namun, Thailand menolak sepenuhnya keputusan tersebut, terutama terkait interpretasi peta tahun 1907 yang digunakan sebagai dasar putusan. Perselisihan ini terus membara hingga saat ini, meski beberapa kali upaya mediasi dilakukan.
Pada 2013, ICJ kembali memberikan klarifikasi bahwa wilayah kuil sepenuhnya berada di bawah kedaulatan Kamboja. Meskipun demikian, gesekan di lapangan masih sering terjadi, terutama saat Kamboja mencoba mendaftarkan kuil tersebut sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 2008. Gesekan fisik pecah pada 2011, menewaskan sekitar 40 orang dari kedua belah pihak.
Tensi Tinggi dan Diplomasi yang Rapuh
Percakapan antara Paetongtarn dan Hun Sen seharusnya merupakan upaya diplomatik untuk mencairkan ketegangan. Namun, justru bocornya rekaman tersebut menjadi bumerang. Nada santai dan humor yang muncul di tengah percakapan dinilai tidak sesuai dengan sensitivitas isu perbatasan.
Komunitas internasional mulai mempertanyakan stabilitas politik di Thailand, terutama dalam konteks hubungan bilateral yang kompleks. Sementara itu, rakyat Thailand meragukan kompetensi pemerintah dalam menangani masalah kedaulatan negara.
Langkah selanjutnya yang diambil oleh pemerintah interim atau pengganti Paetongtarn akan sangat menentukan apakah hubungan dengan Kamboja bisa kembali pulih tanpa eskalasi lebih lanjut. Namun, dalam situasi politik yang rapuh, kebijakan luar negeri sulit dilepaskan dari dinamika domestik yang kian panas.